Apakah Benar Membandingkan Keadaan Kita dengan Fase Makkah atau Madinah?
Oleh Syaikh Bakr bin ‘Abdil ‘Aziz al-Atsari
Banyak Muslim mendengar melalui media yang meneriakkan dan menyerukan kepada Mujāhidin
agar meletakkan senjatanya dengan alasan bahwasanya kita dalam fase Makkah! Begitulah klaim
mereka!
Di sisi lain pembahasan mengenai Syari'at Islām ini akan diketahui bahwa masalah Qitāl ini melalui
beberapa fase. Pertama, perintah untuk membiarkan dan memaafkan. Kedua, diizinkan memerangi
siapa yang (dahulu) memerangi kami. Ketiga, diperintahkan untuk memerangi musyrikīn seluruhnya.
Sedangkan fase terakhir ini menasakh/menghapus semua fase sebelumnya
. Ma'na Nasikh oleh
'Ulamā’ Ushul adalah: "Terangkatnya hukum syar'iy karena khithab yang baru."
Syaikhul Mufassirin al-Imām Ibnu Jarir ath-Thabariy –rahimahullāh– berkata:
"Maka Allāh menghapus (perintah) pemaafan dan pembiaran dengan kewajiban memerangi
mereka." -sampai di sini perkataan beliau-. Kemudian beliau –rahimahullāh– menukilkan perkataan
mengenai nasikh ini dari Ibnu 'Abbās, Qatādah, dan ar-Rabi' bin Anas.[1]
al-Imām al-Qurthubiy –rahimahullāh– berkata mengenai tafsir firman-Nya Ta'ālā:
{Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allāh mendatangkan perintah-Nya.} [alBaqarah : 109]
Ayat ini dimanskhuh/dihapus dengan firman-Nya:
{Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allāh} [at-Tawbah : 29]
Hingga firman-Nya:
ُ
{... mereka dalam keadaan tunduk.}
Dari Ibnu 'Abbās, ia berkata, "(Ayat ini) dihapus dengan (ayat):
{maka perangilah orang-orang musyrik} [at-Tawbah : 5][2]
al-Imām Ibnu Hazm –rahimahullāh– berkata:
"Dan telah dihapus pencegahan dari Qitāl dengan kewajiban (Qitāl)."[3]
Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyyah –rahimahullāh– berkata:
"...Maka Dia memerintahkan Qitāl pada mereka (sebagai) nasikh perintah-Nya untuk menahan
tangan dari (memerangi) mereka." [4]
Bahkan tidak hanya satu nukilan dari 'Ulamā akan ijmā' atas hal ini. Seperti asy-Syaukāniy -
rahimahullāh-, tatkala beliau berkata:
"Adapun memerangi kuffār, mengeksekusi ahlul kufr, membawa mereka atas Islām, atau
penyerahan Jizyah, atau memeranginya adalah Ma'lūm minadh-Dharurah ad-Dīniyyah... sedangkan
apa-apa yang disebutkan tentang perjanjian mereka atau tentang melepas mereka apabila mereka
tidak lagi memerangi, maka yang demikian ini telah mansukh (dihapus) dengan kesepakatan kaum
Muslimīn dengan apa-apa yang disebutkan tentang pembolehan memerangi mereka dalam semua
keadaan..." [5]
Maka hendaknya seorang muslim memulai dari sepeninggal Rasulullāh –shallallāhu 'alayhi wa ālihi
wasallam– dan Syari'ah yang beliau tinggalkan untuk kita, sedangkan agama dan ni'mat (Islām) ini
telah sempurna.
Dengan demikian ini membenarkan sifat Firqatun Najiyah yang telah disifatkan oleh Nabi -
shallallāhu 'alayhi wa ālihi wasallam– dengan sabdanya:
"(Jalan) yang aku dan shahabatku berada
di atasnya." [6]
Catatan kaki:
1
Tafsīr ath-Thabariy, juz 2 hlm. 503
2
Al-Jāmi’ li-Ahkām Al-Qur-ān, juz 2 hlm. 71
3
Al-Ihkām fī Ushūl Al-Ahkām, juz 4 hlm. 82
4
Al-Jawāb Ash-Shahīh li Man Baddala Dīn Al-Masīh, juz 1 hlm. 66
5
As-Sayl Al-Jarar, juz 4 hlm. 518
6
At-Tirmidziy dalam kitāb al-Imān, juz 5 hlm. 26 no. 2641 dan Ath-Thabraniy dalam al-Awshat, juz 5 hlm. 137
no. 4886
Sumber :
Al-Qindîl fî Raddil Abâthîl
Pelita dalam Membantah Kebatilan
Ditulis oleh :
Syaikh Abu Sufyān Turkiy bin Mubārak al-Bin’aliy
-taqabbalahullāh di negeri Syām al-Mubārakah
1435H – 2014M
Ditarjamah oleh:
Abu Mu’ādz al-Jāwiy
–‘afAllāhu ‘anh–
Muroja’ah oleh:
Al-Ustādz Abu Hafshah al-Gharib
–‘afAllāhu ‘anh–
~Sabīlun Nashr Publications~
Shafar 1440